Teori Developmental Teori developmental merupakan teori apapun yang berdasarkan kontinuitas perkembangan manusia dan pentingnya pengalaman awal dalam membentuk kepribadian. Contohnya adalah teori psikoanalitik tentang perkembangan psikoseksual, delapan tahap perkembangan psikososial Erikson, teori belajar yang menekankan pengkondisian awal, dan teori yang fokus pada perolehan bertahap berbeda peran dalam kehidupan (VandenBos, G. R., 2007) Teori developmental secara pragmatis bertujuan untuk memahami akar kreativitas seseorang, teori ini menekankan aspek dari orang, tempat dan potensi kreativitas orang itu sendiri (Thahir, 2018). 1. Teori Perkembangan Kerohanian Imam Al Ghazali
Menurut Imam Ghazali perkembangan rohani ialah perkara yg terdiri dari akal, nafsu, jiwa dan roh. Maka pendidikan sejak lahir harus diberikan orang tuanya untuk menjaga akhlaknya, jangan diberi kepada orang lain untuk dijaga kecuali orang yg berakhlak mulia, baik dan kuat pegangan agamanya. Menurut Islam perkembangan rohani insan dari kanakkanak hingga remaja terbagidalam empat tingkatan yaitu:
1) Kanak-Kanak (Usia 2–6 Tahun). Peroleh perasaan suka didampingi. Konsep ketuhanan hanya boleh difahami dalam gambaran berbentuk benda atau lukisan saja. Konsep kebesaran Tuhan, nilai-nilai murni dan adab sopan peringkat biasa boleh difahami dan dihayati.
2) Kanak-Kanak Akhir (Usia 7-12 Tahun). 5 Kesedian rohaninya mula mantap. Pendidikan Agama dan Moral boleh dipelajari secara formal. Amalan rukun Islam boleh diamalkan dengan tepat. Rukun Iman mula difahami dan dihayati.
3) Remaja Awal (Usia 12-15 Tahun) Nilai ketuhanan, dosa dan pahala telah difahami secara konseptual. Memerlukan kepuasan kerohanian utk menghadapi dugaan hidup. Pengaruh persekitaran dan rekan sebaya adalah penting dlm perkembangan rohaninya..
4) Remaja (15-20 Tahun) Mula mempunyai pegangan yang kuat kepada agama. Percaya kewujudan Tuhan, dosa, pahala dan hari pembalasan. Mula mempersoalkan aspek kerohanian secara logik. Mula memikirkan Tuhan & sifat Ketuhanan secara abstrak. Kekadang timbul perasaan ragu, gelisah dan curiga terhadap perkara yg berkaitan dengan kerohanian.
2. Teori Perkembangan Maturitas Arnold L Gessel
Pada praktiknya kontribusi Gesell pada perkembangan manusia adalah para orang tua agar tidak berputus asa, bila mereka memberikan waktu yang cukup agar anak mereka mengalami pematangan dalam perkembangan, supaya anak akan mengembangkan perilaku yang tepat. Artinya ketika anak siap belajar, mereka pun akan belajar. Jadi kata kuncinya adalah kesiapan. Jika anak siap belajar, maka anak akan berkembang. Namun orang tua juga memperhatikan lingkungan normal yang menjadi faktor aktif yang merangsang dan mencakup banyak kejadian yang berbeda-beda.
Pada beberapa kasus perkembangan seorang anak tidak berlangsung seperti yang diharapkan, orang tua akan mengambil strategi intervensi. Misalnya seorang anak perempuan usia 2 tahun yang belum bisa berbicara, ia berkomunikasi dengan cara menunjuknunjuk tangannya. Orang tuanya berkonsultasi dengan dokter. Menurut dokter anak tersebut tidak mengalami persoalan. Dokter menyatakan orang tua jangan khawatir, si anak akan berbicara bila ia sudah siap. Hanya 13 berselang 6 bulan, orang tua anak membawa anaknya ke dokter dengan kemajuan yang luar bisa, ia mampu berbicara. Sesungguhnya orang tuanya telah melakukan sesuatu tindakan dengan memperlambat bicara, mengulang-ulang kata dan kalimat atau membuat ucapan yang lebih jelas. Artinya, orang tua mengubah beberapa dimensi yang terdapat dalam lingkungan normal si anak.
3. Teori Perkembangan Ekologi Urie Brofenbrenner
Teori ekologi dikembangkan oleh Urie Bronfenbrenner (1917) yang fokus utamanya adalah pada konteks sosial di mana anak tinggal dan orang-orang yang memengaruhi perkembangan anak. lima sistem lingkungan teori ekologi Bronfenbrenner terdiri dari lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas. Bronferbrenner (1995, 2000); Bronfenbrenner & Morris, makrosistem, dan kronosistem. Mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu.
Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mikrosistem ini, individu berinteraksi langsung dengan orang tua, guru, teman seusia, dan orang lain. Manurut Bronfenbrenner, murid bukan penerima pengalaman secara pasif di dalam setting ini, tetapi murid adalah orang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksi setting tersebut.
Mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Contoh adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah, dan antara keluarga dan teman sebaya. Misalnya, salah satu mesosistem penting adalah hubungan antara sekolah dan keluarga. Dalam sebuah studi terhadap seribu anak kelas delapan (atau setingkat kelas 3 SMP ke awal SMA (Epstein, 1983). murid yang diberi kesempatan lebih
15 banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan, entah itu di rumah atau di kelas, menunjukkan inisiatif dan nilai akademik yang lebih baik. Dalam studi mesosistem lainnya, murid SMP dan SMA berpartisipasi dalam sebuah program yang didesain untuk menghubungkan keluarga, teman, sekolah, dan orang tua (Cooper, 1995). sasaran program ini (yang dilakukan oleh sebuah unversitas) adalah murid dari kalangan Latino dan AfrikaAmerika di keluarga kelas menengah kebawah. Para murid mengatakan bahwa program tersebut membantu mereka menjembatani kesenjangan antardunia sosial yang berbeda. Banyak murid dalam program ini memandang sekolah dan lingkungan mereka sebagai konteks di mana mereka diperkirakan akan gagal dalam studi, menjadi hamil dan keluar dari sekolah, atau berperilaku nakal. Program ini memberi murid harapan dan tujuan moral untuk melakukan “sesuatu yang baik bagi masyarakat anda”, seperti bekerja di komunitas dan mengajak saudara untuk bersekolah. Kita akan membahasa lebih banyak tentang hubungan keluarga sekolah nanti.
Eksosistem (exosystem) terjadi ketika pengalaman di setting lain (dimana murid tidak berperan aktif) memengaruhi pengalaman murid dan guru dalam konteks mereka sendiri. Misalnya, ambil contoh dewan sekolah dan dewan pengawas taman di dalam suatu komunitas. Mereka memegangi peran kuat dalam menentukan kualitas sekolah, taman, fasilitas rekreasi, dan perpustakaan. Keputusan mereka bisa membantu atau menghambat perkembangan anak. Makrosistem adalah kultur yang
lebih luas. Kultur adalah istilah luas yang mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks terluas di man amurid dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat masyarakat. Misalnya, beberapa kultur (seperti si negara Islam semacam Mesir atau Iran), menekankan pada peran gender 16 tradisonal. Kultur lain (seperti di AS) menerima peran gender yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negar Islam, sistem pendidikannya mempromosikan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah semakin mendukung nilai kesetaraan antara pria dan wanita. Salah satu aspek dari status sosiekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat memengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa anak di lingkungan yang miskin sangat ulet.
Kronosistem adalah kondisi sosiihistoris dari perkembangan anak. Misalnya, murid-murid sekarang ini tumbuh sebagai generasi yang tergolong pertama (Louv, 1990). anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi pertama yang tumbuh di lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semrawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau subkota.
4. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman. Pada pandangan piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalamanpengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Piaget (1964) berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka. Oleh karena itu, dia mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai remaja, yaitu sensori motor (0-2 tahun) dan praoperasional (2-7 tahun). Yang akan kita bicarakan untuk masa kanak-kanak adalah dua tahap ini lebih dahulu, sedangkan dua tahap yang lain, yaitu operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), akan kita bicarakan pada masa awal pubertas dan masa remaja. 19.
Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap transisi dari penggunaan berpikir konkret secara operasional k berpikir formal secara operasional. Remaja mulai menyadari batasan-batasan pikiran mereka. Mereka berusaha dengan konsep-konsep yang jauh dari pengalaman mereka sendiri. Inhelder dan Piaget (1978) mengakui bahwa perubahan otak pada pubertas mungkin diperlukan untuk kemajuan kognitif remaja.